A. Sinopsis
JANGAN UCAPKAN CINTA
Karya : Mira W
Novel ini menceritakan tentang percintaan dan kebencian, seseorang
yang begitu mencintai hingga berubah menjadi dendam / sebuah kebencian.
Niken Ardini adalah perempuan yang berasal dari keluarga biasa saja,
ayahnya hanya seorang pedagang kecil di pinggiran kota tegal, Niken anak
ke 2 dari 3 bersaudara. Kakak laki-lakinya meninggal ketika berumur
tujuh tahun karena sakit dan adiknya meninggal juga ketika berumur tiga
minggu, sedangkan ibunya harus kehilanggan rahimnya akibat pendarahan
setelah melahirkan karena tidak di tangani dengan baik oleh tenaga
medis.
Semenjak kejadian semua itu Niken bertekat untuk menjadi seorang dokter,
tetapi kesulitan ekonomi telah menghambat cita-citanya. Dia hanya bias
menjadi seorang perawat di sebuah klinik dokter Eko Prasetio.
Dokter Eko mempunyai kakak yang bernama Aldi, dia berbeda sekali dengan
adiknya, Aldi berbadan tinggi, tegap dan gagah sedangkan Dokter Eko
badanya kurus dan berkacamata tebal. Niken bertemu dengan Aldi di tempat
kerjanya, semenjak ketemu pada pandangan pertama Niken langsung jatuh
cinta pada Aldi. Akan tetapi Niken sadar bahwa dia sudah mempunyai
tunangan yang bernama Bambang.
Hari demi hari Aldi selalu bertemu dengan Niken dan menggodanya,
akhirnya Niken memutuskan petunangannya dengan Bambang dan memilih
menikah bersama dengan Aldi. Walau pun sudah menikah Aldi masih sangat
mencintai pacarnya semenjak SMA yang bernama Indah Juwita Purnama yang
sangat cantik.
Sedangkan Indah sudah memilih menikah bersama dengan Roni seorang
Sutradara yang membuatnya menjadi artis dan namanya terkenal
dimana-mana.
Pertemuan Aldi dan Indah membuat perasaan mereka kembali lagi, Aldi
sangat mencintai Indah dan mengajak Indah untuk bersamanya tetapi Indah
tidak mau, Indah lebih memilih Roni dan kariernya sebagai seorang artis.
Aldi sangat terobsesi sekali dengan Indah sampai merubah bentuk tubuh
istrinya yang kurus menjadi berisi dan bagus, tatanan rambut dan segi
berpakaian juga, tetapi Niken tidak mengeluh dan menurut saja karena
sangat mencintai suaminya sehingga rela diapapun juga.
Setelah hampir setahun menikah, Aldi bertemu lagi dengan Indah, akhirnya
Aldi meninggalkan Niken yang sedang mengandung anaknya dan lebih
memilih pergi jauh bersama dengan Indah.
Bertahun-tahun sudah Aldi meninggalkan Niken, dan sejak itu kesengsaraan
selalu datang di kehidupannya. Niken hidup seorang diri untuk
menghidupi anaknya yang sedang sakit, karena sangat miskin dan menderita
sampai akhirnya anaknya meninggal karena sakit keras yang tidak bisa
diobati.
Semenjak anaknya meninggal kehidupan Niken semakin hancur dan sengsara
hingga menjadi depresi, dan akhirnya masuk rumah sakit jiwa yang secara
tidak sengaja ditangani oleh Dokter Eko adik iparnya sendiri.
Eko yang dari dulu sangat mencintai Niken tetapi tidak menyatakannya dia
selalu menemani Niken dan akhirnya merubah karakter kepribadian Niken
yang dulu lugu dan memelas menjadi wanita yang tegar dan sadis hamper
tidak memiliki lagi hati.
Demi merubah setatus sosialnya akhirnya Niken memilih menikah dengan
Dokter Eko adik iparnya sendiri dan membuka lembaran barunya menjadi
pengusaha kaya yang terkenal sangat keras dan bengis.
Seiring waktu berlalu usaha Niken semakin maju dan menjadi semakin
besar, tetapi Niken masih menyimpan dendam pada Aldi dan Indah yang
telah membuatnya menderita.
Suatu hari Niken bertemu dengan Aldi dan Indah, semenjak itu Niken
mempunyai rencana untuk membalas dendam atas perlakuan mereka dengan
membuat Indah menderita dan menjadi gila, begitupun juga kepada Aldi,
Niken melakukan hal yang sama dengan membuat bangkrut perusahaannya.
Karena Niken masih sangat mencintai Aldi akhirnya mereka bersama lagi
dan diketahui oleh Dokter Eko, karena perselingkuhan itu Dokter Eko
sangat marah dan akhirnya Dokter Eko berencana untuk membunuh Niken.
Rencana pembunuhan itupun terlaksana tapi Dokter Eko salah sasaran
sehingga yang terbunuh adalah Indah yang mempunyai kesamaan bentuk tubuh
dengan Niken. Dan akhirnya Dokter Eko masuk penjara dan menjadi depresi
karena terobsesi untuk membunuh Niken.
Aldi dan Niken kembali bersama dan memulai lembaran baru lagi bersama
dengan anak Aldi dan Indah yang bernama Bram. Wajahnya sangat mirip
dengan anak Niken yang telah meninggal.
B. Unsur Intrinsik
1. Tema : Dalam novel “Jangan Ucapkan Cinta “ ini bertema CINTA DAN
DENDAM yang menceritakan tentang percintaan yang isinya seorang wanita
yang di kecewakan oleh suami yang menghiyanatinya.
2. Amanat :
• Kesetiaan hasus merupakan suatu pondasi pada setiap hubungan.
• Janganlah membalas dendam karena perbuatan yang sangat tidak baik.
3. Alur : Novel ini menggunakan alur maju dalam ceritanya.
4. Tokoh :
o Niken Ardini
Niken mempunyai dua karakter yang pertama dia orangnya baik, lugu,
cerdas, gesit dalam bekerja, dan baik hati. Yang kedua setelah kejadian
yang menimpanya sifatnya berubah menjadi sadis, kasar, tegas, sombong,
dan angkuh.
o Aldi prasetio
Aldi dia orangnya playboy, ganteng, gagah, tinggi, dan suka menggoda wanita.
o Eko prasetio : Eko dia orangnya pendiam, baik, sopan, dan misterius
o Bambang pranoto
Bambang dia adalah seorang produser sebush film yang sangat ternama
sekaligus suami Indah juwita sifatnya keras, sadis, tetapi baik loh.
o Indah juwita purnama
Indah seorang artis yang sedang naik daun, diasangat canti dan menarik,
wanita yang sangat di cintai oleh Aldi tetapi dia isteri dari bambang
o Dimas :Adalah anak Niken dan Aldi semasa hidupnya dia tak pernah melihat wajah ayahnya
o Roni jamal : Adalah seorang produser sekaligus menjadi suami Indah.
o Tuti: bekeja di perusahaan Niken
o Bram : Anak dari Indah dan Aldi
5. Sudut Pandang :
Novel ini menggunakan nama seseorang sehingga sudut pandangnya menggunakan orang ke 3.
6. Gaya bahasa :
Dalam penulisannya novel ini menggunakan gaya bahasa yang biasa saja dan sederhana.
7. Latar :
Latar pada novel “ Jangan Ucapkan Cinta “ada pada beberapa tempat yaitu
pada rumah, klimik, rumah sakit, kolam renang, hotel, halaman rumah,
perusahaan(kantor), dan Country Durham (hutan) Inggris.
C. Kutipan yang menarik
1. “Kata siapa saya tidak bias, mas?”
“Kamu bukan gay, kan?
Eko tertawa pahit.
“Kalo saya bukan playboy seperti mas-Al, tidak berarti saya sakit, kan?” (hal:8)
2. “Pak Aldi memeng punya modal untuk itu.”
Modal untuk jadi playboy maksudmu? Wajah ganteng, tubuh atletis, duit
banyak? Kalau saja kaummu tahu berapa banyak air mata yang harus mereka
korbankan untuk menebusnya!” (hal:11)
3. Niken mempunyai cita-cita menjadi dokter, kedua saudaranya
meninggal karena penyakit infeksi. Ibunya harus kehilangan rahimnya
akibat pendarahan setelah melahirkan karena tidak ditangani dengan baik
oleh tenaga medis. (hal:13)
4. Tapi kesulitan ekonomi yang menghambat cita-citanya. Lulus SMA dia
tidak mampu melanjutkan studi kefakultas kedokteran, walaupun IQ-nya
142 dan dia di terima difakultas kedokteran negeri. (hal:13)
5. Niken sangat menyukaipekerjaanya. Dedikasinya tinggi pengabdian
total, sifatnya yang lugu dikombinasikan dengan otak yang encer dan
sikap yang gesit, amat mendukung profesinya. (hal:14)
6. Jika cinta berarti kebodohan, saya tetap akan memilikinya, Dok. Daripada hidup dalam kegersangan tanpa cinta. (hal:49)
7. Eko mengawasi perawatnya dengan mata terbelalak gusar, urat-urat
wajahnya menyumbul meredam ledakan kemarahan di dadanya. (hal:49)
8. “Kamu akan menyesal!” Desisnya seorang diri ketika Niken telah
meninggalkan kamar prakteknya. “Air matamu akan runtuh sebanyak
tetes-tetes cintamu! Suatu hari, akan kamu kutuki pertemuanmu dengan
dia!” (hal:49)
9. Bukan hanya marah, dia sakit hati, sekaligus dendam, labih-lebih saat suaminya meninggalkan dia sedang hamil. ( hal:60 )
10. Aku juga ingin membunuhnya dengan tanganku sendiri, piker Niken
dengan mulut terkunci. Dia bukan hanya merusak hidupku , dia
menghancurkan masa depanku! (hal:61)
11. Sebagai seoran perawat Niken tahu sekali pentingnya giji yang
baik untuk janin dalam kandungan, dia juga memerlukan vitamin,
memeriksakan kandungan, membeli berbagai keperluan untuk bayinya. Dan
semua itu harus di lakukannya seorang diri karena dia tidak punya suami!
(hal:63)
12. Sementara itu kandungan semakin membesar tenaganya tidak sekuat
biasa lagi, lebih cepat lelah, kegesitanya jauh berkurang karena harus
membawa-bawa beban berat di perutnya dan suatu hari jatuh
pingsan.(hal:64)
13. Niken tidak sanggup merawat anaknya di ICU karena itu Dimas hanya
di taruh pada ruang isolasi. Duapuluhempat jam Niken menjaga anaknya
terus-menerus, dia tidak tidur sekejap pun bahkan tidak makan sama
sekali.(hal:73)
14. “Tidak mungkin….! Dimas di sini..!Kemana lagi dia pergi kalau
saya masih di sini? Sejak lahir dia tidak pernah pergi tanpa saya! Kmi
tidak pernah berpisah. (hal:74)
15. Jika dulu Niken masih memiliki Dimas laksana sebuah oase di
padang gurunderita hidipnya, kini yang tersisa hanyalah panasnya dendam
dan keringnya cinta di tengah-tengah kegersangan hidupnya…… (hal:75)
16. Aku tidak boleh mati, Desis Niken tiap malam sebelum tidur,
sambil mengawasi foto anak dan suaminya, aku masih punya hutang pada
kalian…….! (hal:78)
17. “Anaknya sakit?” Nada suara Niken melunak.
“Dapat telepon mendadak dari suaminya,bu.
Anaknya mendadak kejang-kejang, sudah dua hari anak mbak Tuti darawat di rumah sakit bu…..” (hal:85)
18. EMPAT PULUH RIBU?” Niken terbelalak kaget. “Mengapa begitu mahal? Resepnya untuk obat generic kan?” (hal:68)
19. “Pusing ya, saying?” Bisik Niken sambil meraba dahi anaknya.
“Ah, masih panas. Dia harus memperoleh anti biotik itu secepatnya. Kalau
tidak, panasnya tidak mau turun, atau turun sedikit, lalu naik lagi.
(hal:71)
20. Bab VII (Hal. 68-78)
Jangan Ucapkan Cinta
“EMPAT PULUH RIBU?”Niken terbelalak kaget. “Mengapa begitu mahal? Resepnya untuk obat generic kan?”
“Kebetulan amoksilin generic-nya lagi kosong.” Sahut petugas di apotik
itu acu taka cu. “Kalau tidak mau di ganti yang sejenis, cari saja di
apotek lain.”
Dengan jengkel niken merenggut kembali resepnya. Digendongnya anaknya
yang baru berumur dua tahun, yang sedang menangis lemah sambil merintih.
Ketika dia hampir melewati pintu apotik seorang pria berdasi
memanggilnya dengan ragu-ragu.
Niken menoleh kaget. Dan matanya melebar ketika melihat Bambang tegak di
hadapanya. Rapi, keren, bergaya eksekutif, lengkap dengan kemeja tangan
panjang, dasi, berkaca mata berbingkai emas dari merek terkenal, dan
tentu saja tas bantu dari kulit asli, yang harganya lima bulan gaji
niken sebagai perawat.
“Kamu niken, kan?” tegur bambang seperti tidak percaya dengan matanya sendiri. “Astaga, Nik! Kamu berubah sekali!”
Nada suara Bambang memang tidak melecehkan. Tidak. Sama sekali tidak.
Tapi bagaimanapun, Niken tak dapat mengusir perasaan rendah diri dari
sudut hatinya.
Pasti tambah tua dan kurus, keluh Niken dalam hati. Hampir tiga tahun aku di jerat penderitaan…….
Dan ketika melihat wanita muda yang keren dan cantik itu, tiba-tiba saja
Niken merasa minder. Dan tiba-tiba saja dia menyesal tidak memoles
wajahnya dengan make up sebelum berangkat tadi…….
Ah, siapa yang ingat dengan segala macam make up? Dimas tiba-tiba
kejang. Sudah tiga hari memang dia demam.Dan Niken belum sempat
membawanya ke dokter. Dikiranya Cuma demam biasa, pusing, muntah, tidak
mau makan, siapa sangka hari ini dia kejang-kejang. Dan kejangnya lebih
lama dari kejang demam biasa.
Niken membawa Dimas secepatnya ke rumah dokter Eko. Dan di sinilah
mereka sekarang…..ah, mengapa dia harus memilih apotek ini?Mengapa dia
harus bertemu dengan bambang……?
“Obatnya sudah selesai, mas,” kata wanita muda yang dandanannya amat
modis itu. Perhiasan gemerlapan menyemarakkan penampilannya. “Yuk,
pulang!”
“Kenalkan dulu, Da, ini Niken, temanku,” Bambang menoleh kembali pada niken sambil tersenyum bangga. “Ini istriku, Nanda.”
Nanda menoleh sekilas pada Niken. Tanpa memandang sebelah mata dia mengulurkan tangannya, sekedar membalas jabatan tangan Niken.
“Saya ke mobil dulu, mas,” kata Nanda sambil melemparkan sepotong senyum
basa-basi pada Niken. Lalu tanpa menoleh lagi dia melangkah anggun ke
mobilnya.
Tidak sengaja Niken menoleh keluar. Sebuah mobil merek terkenal. Seorang
sopir berdiri di samping mobil, membukakan pintu untuknya.
“Bagaimana keadaanmu, Nik?” tanyanya pura-pura iba. “Ini anakmu? ”Ya,”
Niken menghembuskan jawaban itu bersama hembusan napasnya. Anak siapa
lagi Ditimang-timangnya Dimas yang masih merintih lemah.
Ditepuk-tepuknya pantatnya dengan lembut. “Dia lagi sakit. Aku mesti
buru-buru puang.”
“Boleh ku antarkan? Kamu nggak bawa mobil, kan? Tunggu, aku Tanya Nanda dulu ya.”
“Terima kasih. Tidak usah repot-repot. Sampe jumpa.”
Bergegas niken menggendong anaknya keluar Bambang masih memegangi pintu sambil mengawasinya.
“Bekas sahabatmu?”Tanya Nanda begitu Bambang masuk ke mobil
. “Teman lama,”sahut Bambang sambil menarik napas panjang. “Baru tiga
tahun berpisah. Tapi rasanya dia sudah bertambah tua tiga belas tahun!”
“Seharusnya kamulah yang naik mobil itu, saying,” bisik Niken sambil
mengecup pipi anaknya. Dia menggendong Dimas ke dalam bajae di depan
apotik. “Tapi mama tidak menyesal memilih ayahmu. Suatu hari, kalau kamu
sudah melihat papa, kamu pasti mengerti mengapa mama memilihnya.”
Seperti mengerti kata-kata ibunya, Dimas mengeluh panjang. Dia
memejamkan matanya dengan lesu, dan merintih sedikit.
“Pusing ya, saying?” Bisik Niken sambil meraba dahi anaknya.
“Ah, masih panas. Dia harus memperoleh anti biotic itu secepatnya. Kalau
tidak, panasnya tidak mau turun, atau turun sedikit, lalu naik lagi.
Diam-diam Niken menyesali dirinya, tidak membawa Dimas ke dokter lebih
cepat. Di kiranya Dimas hanya flu biasa, panas sedikit dan sakit leher
rewel, tidak mau makan, lagi pula dia sibuk mengurus laporan kepada yang
berwajib. Sudah tiga tahun suaminya menghilang tanpa kabar berita.
Seharusnya dia sudah berhak mewarisi hartanya. Kalau dia dapat menjual
rumah Aldi…barang kali dia dapat lepas dari kesulitan ekonomi yang telah
menjeratnya selama ini! Niken sudah pengap sekali. Ingin buru-buru
lepas dari beban berat yang menindih hidupnya.
Niken sudah berniat menjual rumahnya dan membawa anaknya pulang ke
tegal. Dia akan mencoba mencari penghidupan berdua saja dengan Dimas di
sana.
“Dan mama dapat memberimu kehidupan yang lebih baik, “Bisik Niken kepada
anaknya dengan perasaan bersala. “Kamu berhak menikmati uang ayah mu,
Dimas sayang. Hanya itu yang dapat di berikannya kepada mu.“
“ Tolong, Dok!” Tangis Niken di telepon. “ panasnya tidak mau turun, dan
dia kejang lagi!. “Sebentar saya ke sana, “Sahut Eko datar.“ Saya
sedang ada pasien “Apa tidak sebaiknya saya bawa ke rumah sakit saja,
Dok? “Desah Niken cemas. “Saya takut Dimas kena meningitis!”
“Tunggu saya, “Perintah Eko tegas. “Kompres saja dulu, masukkan antikonvulsan melalui anusnya.
Tetapi ketika Eko muncul di rumah Niken sejam kemudian, kesadaran Dimas
sudah mulai menurun. Petekia di kulitnya bertambah banyak. Bergegas
mereka membawanya ke rumah sakit.
Dokter anak yang memeriksa Dimas di ruang gawat darurat menyetujui pendapat Niken, bahkan sebelum di lakukan punksi lumbal.
“Kemungkinan meningitis purulenta.”kata dokter itu dengan dahi berkerut. “Sebaiknya diinfus dulu sambil menunggu hasil lab.”
“Masi di rawat, Dok?” gumam Niken antara sedih dan bingung.
“Kalau sudah koma, bukan hanya di rawat dia harus masuk ICU!”
Tapi dari mana aku memperoleh biaya perawatannya? Piker Niken resah. Dia
menoleh kearah Eko. Tepat pada saat dokter itu berpaling ke padanya.
Tetapi Eko tidak berkata apa-apa. Dia hanya mengawasi Niken. Dan tidak
seorang pun mengerti arti tatapanya.
Niken tidak sanggup merawat anaknya di ICU. Karna itu Dimas ditaru di
ruang isolasi. Uluh empat jam Niken menjaga anaknya terus menerus. Dia
tidak tidur sekejap pun. Bahkan tidak makan sama sekali. Niken membantu
merawat, mengganti infuse, mengawasi mereka, memasukan obat ke dalam
cairan itu. Memantau demamnya yang tidak kunjung turun. Mengganti
kompres.
Niken bahkan tidak henti-hentinya berdoa dan mengajak Dimas berbicara.
Meskipun Dimas tidak bereaksi sama sekali. Dia masi tetap dalam keadaan
koma, dan tidak seorang pun sanggup membangunkanya. Tidak juga orang
yang paling di sayanginya satu-satunya orang yang paling dekat dengannya
sejak lahir.
“Bangun dong, sayang.” Bisikannya lirih. “Mama kesepian sekali. Sama
siapa mama harus ngomong kalau bukan sama Dimas? Bangun, ya? Nanti mama
dongengin si kancil lagi, baru Dimas boleh tidur lagi….”
Tetapi yang maha kuasa berkehendak lain. Demam Dimas tidak kunjung
turun. Dan kesadaranya pun tak kunjung puih. Dimas meninggal tanpa
memperoleh kesadaranya kembali.
Niken seorang perawat senior dia sudah sering melihat kematian. Sudah
sering mendampingi pasien yang hamper meninggal. Dia selalu tau dengan
persis kapan waktu kematian pasien itu.
Tetapi ketika anaknya sendiri meninggal, Niken hamper tidak menyadarinya. Dia tidak percaya Dimas telah meninggal kannya.
“Tidak mungkin !” Bantahnya ketika dokter memegang tangannya dan
menggelengkan kepalanya dengan murung. “Tidak mungkin!Dimas masi di
sini! Ke mana lagi dia pergi kalau saya masih di sini? Sejak lahir, dia
tidak perna pergi tanpa saya! Kami tidak pernah berpisah!”
Ketika dokter itu diam termangu, ketika Niken melihat Dimas-nya diam
saja walaupun Niken mengguncang-guncang tubuhnya, dai menubruk kaki
dokter Eko, meratap sambil memohon pilu.
“Tolong saya Dok! Tolong! Bangunkan Dimas! Jangan biarkan dia pergi! Kami tidak pernah berpisah!”
Tapi sekarang mereka harus berpisah. Niken harus meninggalkan anaknya
seorang diri dalam liang lahatnya yang gelap dan sempit. Orang tua nya
memaksa membawanya pulang. Walau pun Niken ingin terus mendampingi buah
hatinya sementara Eko tak mampu menolongnya. Dia hanya tegak mematung di
tepi liang lahat, mengawasi Niken yang sedang menangis dalam rangkulan
ibunya.
“Saya ingin tetap di sini!” Tangis Niken getir.“ Saya tidak boleh meninggalkan Dimas! Tidak mau! Tidak mau!”
Sambil meraung Niken merontah ingin menyeburkan dirinya ke dalam lubang kubur. Untung ayahnya masih cukup sigap mendekapnya.
“Mari kita pulang, Nik.” Humam ayahnya dengan air mata berlinang. “Tak
ada lagi yang dapat kita lakukan untuk Dimas…. Kita harus meninggalkanya
beristirahat dalam damai di sini….”
Dengan siapa Dimas di sana? Kemana dia harus mencari ibunya kalau lapar? Kalau kedinginan! Kalau ketakutan!
“Dimas tidak akan pernah merasakan semua itu lagi, Nik.” Hibur ibunya
dengan suara tersendat” Sekarang tak ada lagi penderitaan, rasa sakit,
ketakutan….”
Mungkin benar Dimasnya tak akan pernah merasakan penderitaan lagi… Karena semua penderitaan itu kini telah menjadi milik Niken!
Jika dulu Niken memiliki Dimas laksana sebuah oase di padang gurun
derita hidupnya, kini yang tersisa hanyalah panasnya dendam dan
keringnya cinta di tengah-tengah kegersangan hidupnya…. “Niken tidak
gila,” kata Eko mantap di depan orang tua perawatnya. “Dia hanya
mengalami depresiberat akibat kehilangan anaknya. Tetapi untuk mencegah
kelainan jiwa yang lebih berat, sebaiknya Niken dirawat.”
“Dirawat?” desis ibunya separo panik. “Di rumah sakit… jiwa ?”
“Jika depresinya tidak semakin berat, Niken dapat berobat jalan ke
klinik saya. Kebetulan saya sedang mengambi spesialisasi ilmu jiwa.
Percayalah, Bu. Karena itu dia harus segera di beri obat-obat anti
depresi, sekaligus spikoterapi.”
“Apakah tidak sebaiknya kami bawa dia pulang, Dok?” Selah ayah Niken
murung. “Di rumah, ada istri saya yang bias selalu mengawasimya.”
“Tapi di sini ada saya yang dapat mengobatinya engan lebih baik,” Sahut Eko tegas.
Sesaat ayah dan ibu Niken mengawasi dokter itu dengan bimbang. Terus
terang, mereka khawatir meninggalkan anaknya seorang diri di Jakarta.
Tetapi ada sesuatu di mata dokter itu yang membuat perintahnya sukar di
tolak.
“Kalau begitu biar istri saya tinggal di sini untuk sementara waktu, Dok
gumam ayah Niken berat. “Biar dia menemani Niken selama berobat.”
“Ok.” Eko mengangkat bahu. “Ini resep obat yang harus di beli . Selamat siang,”
Eko mendengarkan dengan penuh gairah seluruh kisah masalalu Niken. Dia
sedang melakukan spikoanalisa. Niken berbaring santai di sofa. Sementara
Eko duduk di kursi, Di dekat kepala Niken.
Sudah beberapa kali mereka melakukan spikuanalisa seperti ini. Dan
semakin lama, bukan hanya Niken yang merasa semakin lega. Eko pun merasa
semakin terlibat.
Niken merasa lebih baik karena dapat menumpahkan semua problem yang
terpendam di alam bawa sadarnya. Sementara Eko merasa semakin semangat
untuk menggali lebih dalam lagi.
Penderitaan pasiennya saperti bumbu penyedap dalam sebuah buku cerita.
Eko sangat menikmatinya. Makin berat penderitaan yang di paparkan
Niken,makin bergairah pula Eko mendengarkan kisahnya.
Beberapa kali dia menghipnotis pasiennya. Menggali kejadian-kejadian
yang dalam keadaan sadar tak dapat di ungkapkan Niken. Dan sebagian
besar kejadian itu, menyangkut hubungan Niken dengan Aldi.
“Kamu masih mencintainya?”
“Saya tidak dapat melupakanya.”
“Kamu tidak boleh melupakannya. Tapi kamu harus berhenti mencintainya.
Dia telah menghianati mu. Selama kamu masih mencintainya, kamu akan
tetap menderita.”
“Rasanya saya ingin mati saja. Saya ingin menyusul Dimas. Ingin menemaninya….”
“Kamu tidak boleh mati, Niken,.. berulang-ulang Eko menekankan kalimat
itu setiap kali dia mengakhiri terapinya. “Kamu masih punya utang yang
belum terbayar lunas!”
Sesudah menjalani spikoterapi selama hamper dua tahun, Niken berubah
total. Tak ada lagi perawat lugu yang memelas merudung penderitaan. Yang
tampil kini adalah seorang wanita yang tegar. Yang hamper tidak
memiliki lagi hati dan emosi.
Aku tidak akan mati, desis Niken setiap malam sebelum tidur, sambil
mengawasi foto anak dan suaminya. Aku masih punya utang dapa kalian!
Kutipan ini menceritakan tentang :
• perjuangan seorang ibu yang mempertahankan anaknya supaya sembuh dari sakitnya.
• Perjuangan seorang isteri dan anak yang di tinggalkan oleh suaminya begitu saja.
• Kesedihan seorang ibu yang ditinggal mati anak satu-satunya sehingga menjadi gila.
• Menurut saya pada bab ini sangat menarik sekali, ketika saya membacanya sampe menangis karena sangat terharu.
No comments:
Post a Comment